Prinsip Fair Trial dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
Apa
itu Fair Trial?
Fair
Trial jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yakni sistem
peradilan yang adil. Maksudnya bagaimana? Yakni segala bentuk keputusan
peradilan merujuk pada KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang
merupakan pedoman pengatur acara pidana nasional. Didalam pertimbangan Huruf (a) KUHAP atau
menyebutkan: " Bahwa Negara Republik
Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta yang menjamin segala warga negara
bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya ". ketentuan
diatas memperjelas bahwa negara menjamin perlindungan hak warga negara tanpa
ada kecualinya. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis akan mengangkat sebuah
kasus yang terjadi pada bulan Maret lalu mungkin masih hangat yang bisa
dijadikan bahan dalam tajuk kepenulisan yang panitia berikan yakni tentang, “Pidana Mati Bagi Anak Di Bawah
Umur”. Yusman Telaumbanua seorang bocah dari Nias yang
divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara
atas dugaan pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang,
Rugun Br. Haloho pada 24 April 2012. Yusman yang lahir pada 5 November 1996 ini
kala itu masih berumur 16 tahun dan jelas ini merupakan kekeliruan fatal jika
seorang hakim memutuskan hukuman mati pada anak di bawah umur. Ini jelas
bertentangan dengan pasal UU Nomor II tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak yang menyatakan bahwa anak
yang dituntut dengan vonis mati atau seumur hidup tidak boleh lebih dari 10 tahun
atau setengah dari hukuman orang dewasa. Jelas terbukti bahwa Yusman yang
setahu silam (2013) masih berumur 16 tahun. Dengan dipalsukannya tahun
kelahiran Yusman menjadi 1993 ini menjadi lebih nyata terkuak bahwa sistem
peradilan Indonesia memang masih jauh dari kata adil atau dengan kata lain
adalah masih lemahnya fair trial di
Indonesia. (Anggara, peneliti Senior Institute for Criminal Justice Reform
(ICJR)). Berdasarkan hukum internasional pun, merujuk pada: pasal 37 Konvensi
Hak Anak dan Pasal 6 ayat (5) Konvensi Hak Sipil dan Politik bahwa hukuman mati
dan hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan pada anak. Dengan keadaan hukum
Indonesia seperti ini marilah kita berbenah diri. Bukan tanpa alasan jika
mematuhi dasar Negara UUD 1945 dan KUHAP maka tidak akan ada lagi kekeliruan
yang terjadi untuk vonis tindakan pidana. Mengingat mereka adalah agen-agen
pengubah bangsa yang akan membawa Indonesia berjaya ke kancah internasional
suatu hari nanti.
Kesimpulan
Bisa anda atau kita bayangkan sendiri bagaimana
kondisi psikologis Yusman dengan kakak iparnya Rasulah yang terpenjara di Lapas
Batu, Nusakambangan itu. Psikologis anak yang masih di bawah umur menghadapi
kenyataan dirinya divonis hukuman mati. Segala bentuk rekayasa dan
ketidakadilan ini kenapa bisaterjadi? Kenapa pemerintah Indonesia bisa lengah
akan hal ini? Padahal dalam Sidang Dewan HAM PBB sesi ke-28 tanggal 4 Maret
2015 di Markas Besar PBB Jenewa, menyatakan bahwa seluruh putusan pidana mati
di Indonesia telah sesuai dengan fair
trial, yakni peradilan yang seadil-adilnya. Untuk Dasar Hukum Pelaksanaan
Hukuman Tembak Mati di Indonesia itu sendiri tengah diatur pada Pasal
UU2?PNPS/1964 dan Peraturan Kapolri No-12 tahun 2010.
Jadi, marilah kita
patuhi hukum Indonesia dengan apa adanya dan sejujurnya. Berhentilah untuk
berpikir bahwa pelaku itu adalah objek yang bisa setiap saat disalahkan. Jika
posisinya terbalik yakni menjadi subjek, maka pelaku pun bisa menuntut balik
putusan hakim seperti yang terjadi pada kasus Yusman diatas yang kini telah
beranjak remaja. Mari kita bersama-sama menghilangkan pandangan bahwa hukum Indonesia tajam ke bawah dan tumpul
keatas.
Komentar
Posting Komentar