Penganiayaan yang terjadi pada TKI di luar negeri merupakan salah satu pelanggaran HAM
Topik: HAM
I.
Pendapat Ahli tentang kasus yang menimpa TKI
Prof. Aloysius Uwiyono dihadirkan sebagai ahli dari
pemohon. Dalam sidang lanjutan pengujian UU No. 39 Tahun 2004 di Mahkamah
Konstitusi Kamis (01/3) kemarin, Prof. Uwiyono mengatakan bahwa pembatasan usia
TKI pada pasal 35 huruf a UU tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKLN)
bersifat diskriminatif dan melanggar asas equality
before the law. Pembatasan oleh UU ini dia nilai tidak tepat. Seharusnya
dituangkan dalam bentuk pengecualian, ujarnya.
Sesuai ketentuan pasal 35 tadi, rekrutmen TKI oleh perusahaan pengerah
hanya bisa dilakukan terhadap calon yang berusia minimal 18 tahun, kecuali yang
akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan. Kalau hendak digunakan
perseorangan, calon TKI harus berusia minimal 21 tahun. Pembentuk undang-undang
memasukkan batasan usia minimal dengan tujuan mencegah atau menghindari
terjadinya penyiksaan dan kekerasan seksual terhadap TKI. Sudah menjadi rahasia
umum, banyak TKI, khususnya tenaga kerja wanita, mendapat perlakuan tak senonoh di luar
negeri.
Namun menurut Prof. Uwiyono, jika Pemerintah berniat melindungi TKI dari
pelecehan seksual, maka yang harus dilakukan adalah membuat sistem perlindungan
yang memihak kepada TKI dan menganggap TKI sebagai manusia dengan segala harkat
dan martabatnya. Bukan sebagai komoditi, ujarnya.
Prof. Uwiyono menambahkan bahwa ILO (organisasi perburuhan internasional)
sendiri sudah meninggalkan pembatasan umur yang berbeda berdasarkan sektor
pekerjaan. Selain itu, kalau mengacu ke KUH Perdata (pasal 1601 huruf h), sejak dahulu tidak dipermasalahkan
buruh di bawah umur selama memiliki izin dari walinya untuk mengikatkan diri
dalam perjanjian. Namun diakui Uwiyono bahwa umur merupakan syarat subjektif
keabsahan perjanjian. Kalau tak dimintakan secara tegas untuk dibatalkan,
perjanjian itu tetap mengikat para pihak. Jadi, menurut Prof. Uwiyono,
pembatasan usia TKI sama saja membatasi hak orang untuk bekerja.
Sebaliknya, Gunawan Utomo, ahli yang diajukan Pemerintah, menyatakan bahwa
inti pembatasan usia dalam UU PPTKLN sebenarnya bertujuan memberikan
perlindungan kepada warga negara yang belum berusia 21 tahun dan bekerja di
sektor informal. Sebelum UU ini disahkan, banyak terjadi pelecehan seksual
terhadap TKI di luar negeri.
Gunawan sepakat dengan Uwiyono bahwa pasal 35 terkesan diskriminatif.
Tetapi bagi Gunawan, sifatnya diskriminatif yang positif. Oleh karena itu,
dosen Universitas Trisakti ini berpendapat pasal 35 tadi tidak bertentangan
dengan hukum maupun UUD 1945. Justeru merupakan aturan yang lebih rinci yang
mengoperasikan norma dasar UUD, jelasnya.
Penjelasan Gunawan ditanggapi Uwiyono. Dengan logika berpikir Gunawan,
berarti diskriminasi bisa dibedakan atas diskriminasi yang tidak merugikan
(positif) dan diskriminasi yang merugikan (negative). Uwiyono berpendapat bahwa
suatu diskriminasi dianggap merugikan kalau ia membatasi hak. Pasal 35 UU
PPTKLN bagi Uwiyono tetap membatasi hak orang untuk bekerja.
Sangap Sidauruk, salah seorang kuasa pemohon, mempersoalkan lebih lanjut
keterangan yang disampaikan Gunawan. Penjelasan pasal 35 kok hanya berlaku bagi perempuan (TKW), tapi implikasinya
(pembatasan usia) berlaku juga untuk laki-laki. Sangap juga menepis
kekhawatiran tingginya angka pelecehan seksual kalau usia TKI yang boleh
dikirimkan ke luar negeri tak dibatasi. Ia mengungkapkan dari 1091 kasus yang
menimpa TKI di luar negeri, hanya 29 kasus merupakan pelecehan seksual. Itu pun
korbannya di atas 21 tahun. Meskipun demikian, Sangap mengakui prosentase pelecehan
seksual turun dari 16 persen menjadi 4 persen sejak UU PPTKLN disahkan.
Source:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16304/ahli-perburuhan-beda-pendapat-atas-pembatasan-usia-tki
II.
Tanggapan Pribadi terhadap kasus yang menimpa TKI
Saya
pernah mendengar kabar bahwa warga di daerah Majalengka, Indramayu adalah TKI.
Dan kebetulan mempunyai seorang teman yang adiknya adalah TKI di Korea.
Ternyata untuk menjadi seorang TKI di sana adalah mudah. Usia lulusan SMA pun
bisa pergi ke sana dengan tanpa kesulitan. Mendengar cerita bahwa empat tahun
baru bisa pulang, dan tidak diperbolehkan untuk memegang alat komunikasi.
Adalagi yang bekerja di Taiwan, ternyata dia bisa dengan leluasa menggunakan
social media untuk berkomunikasi bahkan dia termasuk seorang penulis produktif.
Bahkan
terdengar kabar pula, antara satu rumah dengan rumah lainnya saling beradu
gengsi. Jejeran rumah seperti layaknya orang berada. Padahal keluarga yang di kampung
tidak tahu apa yang menimpa si pekerja di negeri orang di sana. Andai saja
manusia itu selalu merasa cukup. Mungkin tidak akan ada keinginan untuk hidup
bermewah-mewahan.
Di
lain sisi, ternyata para pekerja di luar negeri adalah mereka para pahlawan
devisa. Yang menguntungkan Negara di lain pihak. Di sisi lain, puluhan ribu
bahkan juta nyawa siap dipertaruhkan. Mengadu nasib di negeri orang, mengubur
mimpi layaknya anak muda di masa kini. Bisa tertawa hanya saat-saat tertentu,
berfoto ria perlu curi-curi waktu. Bagaimana tidak, sebagian agent of change
menyia-nyiakan hidupnya di negerinya sendiri. Melakukan hal yang sia-sia.
Berpikir hidup tidak berlalu begitu saja. Andai saja semua pihak lebih peka
pada hal kecil yang terjadi. Bahwa hidup di negeri sendiri adalah yang terbaik.
Meminta perlindungan dan dilindungi adalah hak milik seutuhnya.
2015
tinggal menghitung jari, di mana persaingan semakin ketat. Siapa cepat dia
dapat Negara-negara anggota ASEAN kini akan dengan sigap mencari peluang
sebanyak-banyaknya di negeri anggota tetangganya. Di mana kompetisi siap
terjadi kapanpun. Pernahkah terpikirkan bagaimana mereka yang terbiasa hidup di
jalanan. Mengadu nasib untuk kebutuhan sandang dan papan. Entahlah siapa yang
harus disalahkan di mana hak untuk hidup dan menerim penghidupan yang layak
masih terabaikan.
Semua
pihak harus saling membantu. Demi terciptanya Negara yang makmur, secara SDA
dan SDM. Semoga dengan pemimpin yang baru bisa menjadikan segalanya lebih baik.
Aamiin. Semoga
Komentar
Posting Komentar